Kitab yang Hilang

Oleh: Ahmad Farid

Saat berkendara dari Bekasi ke Purwakarta, tepatnya di tol keluar Jatiluhur, Ana dipertemukan dengan frekuensi 3.33 FM. Ana lupa nama stasiunnya, mungkin Al-Bayan atau Al-Muyassar. Ana kurang memperhatikan.

Channel itu menyiarkan pengajian ustaz muda yang ceroboh. Bacaan Al-Qurannya tidak mujawwadah, berkali-kali Ana sampai tidak sengaja mengoreksi idgham dan idzhar-nya. Sampai akhirnya Ana memutuskan untuk mematikan radio itu. Bisa majnun Ana lama-lama.

Hal-hal seperti ini kadang membuat Ana rindu Gurunda Ana, Almarhum Ustaz Faiz Az-Zuhri. Bacaan dan pemahamannya terhadap Al-Quran sungguh dalam dan memukau, terutama pada cerita-ceritanya yang ia selipkan di tengah pengajian. Dari sekian banyak ceritanya, Ana paling terkenang pada cerita “Syaikh Maula Ridho dan Kitab yang Hilang.”

Beliau pernah bercerita, ada sebuah kitab yang hilang saat pertama kali muallif-nya, Syaikh Maula Ridho Al-Madyan, dari kota Madyan di Samarqan, berlabuh di Aceh untuk menyebarkan agama Islam di Nusantara.

Entah kitab itu tertinggal di geladak penumpang, atau terjatuh saat berdesak-desakan di sekitar pasar dan pelacuran dekat pelabuhan.

Kata Gurunda Ana, kitab itu merupakan kitab satu-satunya yang ditulis di masa akhir hidup Syaikh Maula (nawwarallahu qabrahu), dan tak pernah sekalipun diniatkan untuk disebarluaskan, bahkan ketika 50 kitabnya masih dikaji hingga hari ini.

Syaikh Maula, seperti kebanyakan ulama salaf, punya banyak minat dan keahlian. Hal itu bisa dilihat dari karya-karyanya yang merentang sejak usianya 16 tahun sampai wafat pada usia 27 tahun.

Sungguh Allah SWT sangat sayang padanya sehingga ia diambil pada usia yang begitu muda. Gurunda Ana sangat suka menceritakan kisahnya, terutama ketika beliau membicarakan haramnya pacaran dan pentingnya bersabar menunggu saat yang tepat untuk zuwaj.

Gurunda sering bilang, menikah itu bukan solusi menghindari syahwat. Kalau tidak kuat, ya coba saja baca ma’tsurat. Setiap kali merasa bersyahwat, entah karena mendengar qasidah yang dinyanyikan oleh Nansyi A’jam atau mabuk tak sengaja karena mendengar syair lagu-lagu ukhti Raisya, langsung saja mulai dengan “A’udzubikalimatillahittamati min sharri ma khalaq,” hingga selesai.

Astaghfirullah, melantur seperti ini. Oh iya, sampai mana tadi cerita Ana? Ah, karya beliau itu banyak dan beragam. Bahkan ada juga yang agak aneh.

Dari Al-Itqan fi Ulumin Nahwi di bidang kebahasaan, Fiqhuna Fiqhul Quran di bidang tafsir dan fiqih, Qoumun Qiyamun di bidang filsafat, dan masih banyak lagi.

Afwan sebelumnya, tapi bukan itu yang menarik untuk dibicarakan. Ada banyak buku yang relatif khoriqun lil ‘adah, alias berbeda dari umumnya ulama salaf. Beliau juga menulis kitab-kitab yang kadang-kadang membuat Ana tak habis pikir.

An-Niswah wal Kiswah, kisah-kisah akhwat yang mencuri kiswah Ka’bah, itu lucu walaupun ya Gurunda melarang kami membacanya sendiri. Man ta’allama bighoiri muallimin, fa yu’allimuhu syaithon. Siapa yang belajar tanpa guru, bakal diajar oleh setan. Begitu yang Ana ingat.

Berikut beberapa kitab yang Ana masih bisa ingat judulnya: Al-Mujallad min Ahaditsil Mudhikah, sebuah kumpulan hadis-hadis palsu yang lucu, Rijaluna Tsu’banun Yamsyi Bayna Al-Asyjar, tentang lelaki-lelaki yang seperti ular, Al-Adwiyah li Atsnaani Sulthan wal Awliya’, kitab tentang para pemimpin dan para wali yang berurusan dengan sakit gigi.

Kitab-kitab ini sebenarnya lucu-lucu, tapi Gurunda Ana bilang hanya dia yang punya kitab-kitab tersebut di Indonesia. Langka, begitulah.

Oh, dan soal kitab yang hilang itu, konon sudah seperti mitos, seperti mitos cincin Nabi Sulaiman, hanya saja kitab ini lebih berguna.

Oh ya, soal kitab yang hilang yang Ana ceritakan di awal itu judulnya Al-Hubbu wal Qoi’u (Cinta dan Muntah).

Judul itu sebenarnya sering diganti-ganti, tergantung suasana hati penulisnya. Maklumlah, kata Gurunda Ana, karena selain belum selesai, kitab itu memang tidak diniatkan untuk disebarluaskan. Ditambah, memang kitab itu sangat personal dan beliau bagaimanapun masihlah muda, meski kitab-kitab lainnya yang lebih serius kadang membuatnya disangka sudah lebih tua dari usia aslinya.

Intinya, kitab itu hilang, dan seperti yang Gurunda bilang, selalu ada hikmah, bahkan dalam kejadian yang paling disayangkan seperti ini.

Kebayang kalau semua orang selalu mulus kisah cintanya, mana ada yang mau berdoa dan bertirakat untuk itu?

Konon isinya ya tentang mendapatkan cinta, menggampangkan zuwaj, begitulah. Antum pasti mengerti. Mungkin kedengarannya seperti kitab pelet, na’udzubillah min dzalik, tapi Gurunda bilang kitab ini sama sekali tidak mengandung kemusyrikan sekecil apa pun.

Kitab itu berisi amalan, tuntunan, wirid, untuk meraih perhatian orang yang kamu cintai. Intinya apa ya, Masya Allah, Ana bingung. Intinya semoga ini bermanfaat. Kesalahan asalnya dari manusia, dan kebenaran hanyalah milik Allah semata. ‘Afwan jika terganggu.

Wallahu a’lam bishawab.

Share the Post:

Related Posts